Pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) dinilai akan membawa perubahan besar dalam industri asuransi nasional karena ada kepastian proteksi premi nasabah, serta dapat meningkatkan kinerja industri asuransi nasional. Ketua Umum Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi Indonesia, Kapler Marpaung, mengatakan LPP akan mendorong minat dan kepercayaan masyarakat menggunakan jasa asuransi, serta menciptakan tata kelola industri asuransi yang lebih sehat. “LPP akan menjadi bagian dari pembenahan industri, sehingga mendukung kelangsungan industri asuransi di dalam negeri. Kehadiran LPP dapat menambah kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi,” jelas Kapler Marpaung melalui keterangan tertulis, Senin (17/10/2022).
Ia memaparkan dengan kondisi saat ini, kinerja industri asuransi di Indonesia cukup baik. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, pendapatan premi perusahaan asuransi Januari Agustus 2022 mencapai Rp 205,90 triliun. Angka ini naik 2,10 persen dari periode yang sama tahun lalu. Sementara risk based capital asuransi jiwa dan asuransi umum masing masing sebesar 485,51% dan 310,08%. Angka ini jauh di atas threshold, yaitu 120%.
Kapler meyakini dengan adanya jaminan premi, maka potensi peningkatan kinerja industri asuransi nasional semakin besar. “Sekarang saja tanpa jaminan, asuransi Indonesia sangat berkembang. Namun, potensinya masih sangat besar jika ada fasilitas jaminan premi, seperti yang diterapkan kepada simpanan di perbankan," jelasnya. Dia mengemukakan, LPP sebagai lembaga penjamin premi tentunya juga akan berperan memantau kegiatan perusahaan asuransi, sehingga ada sparring partner OJK membina dan mengawasi perusahaan asuransi. “Selama ini hanya OJK yang mengurus asuransi. Padahal di perbankan OJK punya sparring partner, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia (BI) dengan fungsinya masing masing. Jadi pasti akan ada hal hal baru dari LPP. Jadi tidak hanya manfaat yang diperoleh, tetapi ada feedback nya,” terang Kapler. Pada kesempatan ini, Kapler juga mengapresiasi peran OJK yang juga ikut mendorong pelaksanaan UU Perasuransian untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi. Langkah ini, jelasnya, sejalan dengan urgensi pembentukan LPP pada saat ini. Dia menekankan industri asuransi di Indonesia semakin besar, sehingga tuntutan nasabah dan tantangan yang dihadapinya juga semakin besar.
Selain itu, LPP sudah diamanatkan melalui UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian atau sejak delapan tahun lalu. Kapler menambahkan, pembahasan Omibus Law Sektor Keuangan yang berlangsung di DPR RI saat ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mempercepat pembentukan LPP, termasuk penyusunan Undang Undang tentang LPP. “Industri keuangan bank dan non bank, tentunya harus dibuat sama sama sehat. Stabilitas sistem keuangan itu tidak dapat dikatakan sehat. Jika salah satu sub sektornya tidak baik, artinya asuransi ini jangan dianaktirikan,” katanya.
Di sisi lain, dia menilai kasus gagal bayar perusahaan asuransi di Indonesia hingga saat ini belum masuk kategori sistemik, seperti pada perbankan saat krisis moneter tahun 1997. Namun, dia menilai Indonesia harus bersiap dan mengantisipasi karena risikonya tetap ada. Mengenai penyelenggara LPP, dia menilai tugas LPS dapat diperluas untuk mengelola jaminan premi nasabah asuransi.
LPS perlu menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang benar benar dapat mengenammnnmmnnnnnnnnnnnnali risiko perusahaan perasuransian. “Saya kira memperluas fungsi LPS itu jauh lebih efektif dan efisien, dibandingkan dengan membentuk lembaga baru. Apalagi para Komisioner LPS sudah menyatakan pada publik bahwa mereka menyambut baik menjadi penyelenggara jaminan premi asuransi,” jelas Kapler. Di sisi lain, dia mengatakan perusahaan asuransi juga harus siap untuk bisa mengikuti besaran iuran jika LPP sudah didirikan. Untuk itu, ia menjelaskan besaran tarif iuran dapat dibahas bersama, sehingga tidak memberatkan perusahaan dan nasabah.
(*)